Senin, 04 Februari 2013



POTENSI DAN BENCANA CAGAR BUDAYA
DI PROVINSI SULAWESI UTARA

Abstract
North Sulawesi province actually has a fairly long historical roots. In the process of history as a center of Manado into space mengelompoknya various ethnic groups (urban space) which later became a permanent resident of North Sulawesi Province. It is characterized by the emergence of these clusters are then better known as Kampung China village, Kampung Ternate, Kampung Muslim and Kampung Java Tondano Borgo, including the Netherlands and Japan in addition to local residents known as the Minahasa tribe with several sub-ethnic.
Heritage objects as objects of nature and / manmade objects either moving or not moving, a unit or group, or parts thereof, or their remnants which have a close relationship with the culture and history of human development. Cultural heritage objects have properties that are important to national pride and to the social, and therefore there is an obligation to preserve the heritage properties. Managers of these properties are responsible for protecting exceptional value.
Own cultural heritage can contribute to reducing the effects of disasters in various ways, such as traditional knowledge systems contained in the physical planning and construction, local management and ecological systems, not only can prevent or reduce the impact of disasters, but also provides adequate mechanisms to deal with the situation post--disaster. Cultural assets can serve as a safe haven for the community.
Keywords: Potential, Disaster, Preservation, Heritage

Abstrak

Provinsi Sulawesi Utara sesungguhnya memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Dalam proses sejarah Manado menjadi sentrum sebagai ruang mengelompoknya berbagai suku bangsa (urban space) yang kemudian menjadi penduduk tetap Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini ditandai dengan munculnya kemudian klaster-klaster yang lebih dikenal dengan istilah kampong seperti Kampung China, Kampung Ternate, Kampung Jawa Tondano Kampung Islam dan Borgo, termasuk Belanda dan Jepang di samping penduduk lokal yang dikenal dengan nama suku Minahasa dengan beberapa sub etniknya.
Benda Cagar Budaya sebagai benda alam dan/ benda buatan manusia baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya memiliki sifat yang penting bagi kebanggaan nasional dan untuk sosial, oleh sebab itu ada sebuah kewajiban untuk melestarikan sifat Cagar Budaya tersebut. Manajer sifat ini bertanggung jawab untuk melindungi nilai yang luar biasa.
Cagar budaya sendiri dapat berkontribusi terhadap mengurangi efek bencana dalam berbagai cara, misalnya sistem pengetahuan tradisional yang terkandung dalam perencanaan fisik dan konstruksi, sistem manajemen lokal dan ekologi, tidak hanya dapat mencegah atau mengurangi dampak bencana, tetapi juga menyediakan mekanisme yang cukup untuk menangani situasi pasca-bencana. Kekayaan budaya dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan aman bagi masyarakat.
Kata Kunci: Potensi, Bencana, Pelestarian, Cagar Budaya


1.    LATAR BELAKANG
Provinsi Sulawesi Utara sesungguhnya memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Dalam proses sejarah Manado menjadi sentrum sebagai ruang mengelompoknya berbagai suku bangsa (urban space) yang kemudian menjadi penduduk tetap Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini ditandai dengan munculnya kemudian klaster-klaster yang lebih dikenal dengan istilah kampong seperti Kampung China, Kampung Ternate, Kampung Jawa Tondano Kampung Islam dan Borgo, termasuk Belanda dan Jepang di samping penduduk lokal yang dikenal dengan nama suku Minahasa dengan beberapa sub etniknya (http://catalogue.nla.gov.au-jessywenas)
Saling hubungan ataupun kontak antar komunitas dengan latar belakang budaya berbeda membangun hubungan sosial baru yang kemudian melahirkan aspek budaya baru. Tetapi dalam realitasnya juga masih berupaya mempertahankan aspek budaya yang dibawa serta dari tanah asal. Itulah sebabnya multi kulturalisme di Manado cukup tinggi untuk wilayah Indonesia. Akhirnya dinamika dari perilaku kelompok-kelompok komunitas ini meninggalkan jejak-jejak tinggalan warisan budaya baik dalam bentuk intangible maupun yang tangible. Tinggalan warisan budaya tangible yang tersebar di Provinsi Sulawesi Utara dapat dirunut berdasarkan fungsinya; terdiri atas bangunan sacral dan bangunan profane. Bangunan sakral terwujud dalam bentuk makam dari masa tradisi megalitik, makam islam, bangunan gereja, mesjid dan tugu peringatan. Bangunan profane mewujud dalam bentuk bangunan umum yang berupa perkantoran dan bangunan tempat tinggal serta beberapa bangunan pertahanan (http://catalogue.nla.gov.au-jessywenas).
Daratan Manado secara historis, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan Minahasa. Di awali dari masa belum mengenal tulisan (baca: prasejarah), tepatnya periode megalitikum (abad ke 4 SM) keberadaan Manado merupakan bagian dari daratan Minahasa. Masa berkembangnya kepercayaan kepada roh leluhur yang dianggap memiliki kekuatan gaib (dinamisme). Hal ini dikaitkan dengan asal atau nenek moyang orang Minahasa yaitu Toar-Lumimuut.
Asal usul penamaan Manado diceritakan beberapa sumber dari para ahli. Salah satu sumber menyebutkan bahwa “Manado” adalah nama suatu lokasi di Minahasa yang disebut pada waktu itu dengan istilah “manoir” yang berasal dari bahasa “Tombulu Tua”. Istilah manoir ini disepadankan dengan kata dalam bahasa minahasa yaitu “maharor”, “maerur” atau “maherur” yang artinya “berkumpul untuk berunding”. Diceritakan pemberian nama ini dikaitkan dengan pertemuan antara penduduk asli (orang Minahasa) dengan orang asing (bangsa Spanyol) untuk membicarakan atau mendelegasikan sesuatu yang penting. Kehadiran awal bangsa asing pertama di wilayah ditandai dengan hubungan bilateral dengan penduduk lokal. Diperkirakan ini terjadi sekitar awal abad ke 14-16 dan merupakan cikal bakal pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara. Selain itu, lokasi yang kini disebut sebagai Manado dahulunya pernah disebut sebagai “Mandolang Amian”. Kata “mandolang” dalam bahasa “Tombulu Tua” berarti “kunjung-mengunjungi”. Pemberian nama ini disesuaikan karena sejak dulu wilayah ini sudah dijadikan tempat untuk melakukan hubungan dagang.
Berdasarkan informasi ini, diketahuilah penamaan salah satu wilayah Minahasa ini berkaitan erat dengan aktivitas perdagangan sejak dahulu maka otomatis membawanya hingga dikenal luas dan membawa pengaruh terhadapnya. Ini diperkuat dengan adanya arsip-arsip kolonial Belanda, menyebutkan Manado sebagai tempat dikumpulkannya hasil-hasil/komoditi alam dari wilayah Minahasa pada saat itu.  Pengaruh itu memunculkan budaya-budaya asing yang terakulturasi dan terasimilasi seperti, penggunaan bahasa Melayu secara umum yang sekarang ini berkembang menjadi bahasa “Melayu Manado”. Hingga kini bahasa ini telah menjadi pilihan pertama dalam berkomunikasi dikalangan orang-orang Minahasa sendiri yang memiliki beragam bahasa dan dialek tertentu.
Kekayaan alam Manado yang potensial ditunjang pula letaknya strategis membuat bangsa-bangsa asing datang ke sana. Tercatat Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris adalah bangsa asing dari daratan eropa yang mencoba menanamkan hegemoninya di wilayah ini. Dari data sejarah disebutkan bahwa, kehadiran orang-orang asing ke Nusantara khususnya di bagian Indonesia timur untuk mencari rempah-rempah yang merupakan sumberdaya alam yang paling mahal di Eropa. Pencarian rempah-rempah awalnya dari Maluku (Ternate) terus masuk ke Minahasa. Mereka masuk ke Minahasa melalui Manado. Manado dijadikan sebagai salah satu pelabuhan perdagangan yang sangat ramai pada saat waktu itu. Kedatangan bangsa-bangsa asing ke Manado, awalnya disambut dengan keramahan orang-orang asli suku Minahasa. Hubungan yang tercipta dengan mereka menjadikan keuntungan bagi pihak bangsa-bangsa asing untuk memperoleh sumber daya alam Minahasa. Untuk memperkuat keberadaannya di Manado, mereka mendirikan gudang-gudang penyimpanan rempah-rempah, sarana pemerintahan, sarana pertahanan dan sebagainya. Hal itu juga dilakukan untuk mengantisipasi adanya perlawanan dari bangsa pribumi dan sesama bangsa asing (www.wikipedia.com/manado)

II.     GEOGRAFIS PROVINSI SULAWESI UTARA
Luas Wilayah Sulawesi Utara adalah: 15.241.46 km², yang terbagi ke dalam 9 daerah Kabupaten/Kota definitif. Kabupaten Bolang Mongondow dengan luas 8.358,04 km² merupakan kabupaten terluas di Provinsi ini, kemudian di ikuti berturut-turut oleh Kabupaten Minahasa Selatan seluas 2.079,10 km², Kabupaten Talaud 1.250,92 km², Kabupaten Sangihe 1.013,03 km², Kabupaten Minahasa 973,81 km², Kabupaten Minahasa Utara 957,65 km², Kota Bitung 304,40 km², Kota Manado 157,91 km², dan Kota Tomohon 146,60 km² yang merupakan daerah terkecil luasnya di Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari beberapa pulau, diantaranya Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, Pulau Siladen, Pulau Talise, Pulau Bangka, Pulau Karakelang, Pulau Ruang, Pulau Lembeh, Pulau Siau, Pulau Tagulandang, Pulau Karakelang, Pulau Kabaruang, Pulau Biaro, Pulau Sangihe, dan Pulau Salibabu.
Provinsi Sulawesi Utara terdapat 41 buah gunung dengan ketinggian berkisar antara 1.112 - 1995 m. Kondisi geologi sebagian besar adalah wilayah vulkanik muda, sejumlah besar erupsi serta bentuk kerucut gunung merapi aktif yang padam menghiasi Minahasa bagian tengan, daerah Bolaang Mongondow dan kepulauan Sangihe. Material-material yang dihasil letusannya berbentuk padat serta lain-lain bahan vulkanik lepas. Semua vulkanik ini berbentuk pegunungan (otogenisa) menghasilkan morfologi yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan perbedaan relief topografik yang cukup besar. Provinsi Sulawesi Utara ada 5 wilayah yang di kelilingi oleh gunung api aktif yakni Kabupaten Bolang Mongondow yakni gunung Ambang dengan ketinggian 1.689 m, Kabupaten Minahasa Selatan dengan gunung Soputan dengan ketinggian 1.783 m, Kota Tomohon dengan gunung Lokon dengan ketinggian 1.579,6 m dan gunung Mahawu dengan ketinggian 1.331,0 m yang merupakan hulu dari 12 sungai besar dengan 7 danau. Kepulauan Sangihe yakni Karangetan dengan ketinggian 1.320,0 m, Ruang dengan ketinggian 714,0 m, dan gunung Awu dengan ketinggian 1.78,0 m. Serta Kota Bitung dengan gunung Tangkoko dengan ketinggian 1.149 m.
Provinsi Sulawesi Utara terdapat 30 sungai yang tersebar di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa sementara danau berjumlah 17 buah yang terletak di 3 wilayah ini yakni Kab. Bolang Mongondow, Minahasa dan Sangihe Talaud (http://www.batukar.info/wiki/Geografis-Sulawesi-Utara)

III.   POTENSI CAGAR BUDAYA PROVINSI SULAWESI UTARA
Dari data base Cagar Budaya Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Gorontalo tercatat sebanyak 160 situs cagar budaya di Provinsi Sulawesi Utara, dan sebanyak 12 situs di Provinsi Sulawesi Utara. Tinggalan purbakala yang tersebar di Provinsi Sulawesi Utara berupa Waruga, Lumpang Batu, Batu Dakon, Batu Bergores, Masjid, Gereja, Bangunan Kolonial.

DATA BASE CAGAR BUDAYA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Sumber data: Kelompok Kerja Registrasi dan Penetapan BP3 Gorontalo

No
Inventarisasi tahun
Kecamatan
Kabupaten/kota
1
Benteng amurang
2011
Amurang
Kab. Minahasa selatan
2
Gua jepang kayawu
2011
Tomohon utara
Kab tomohon
3
Gua jepang kawangkoan
2010
Kawangkoan
Kab.minahasa
4
Gua jepang tonsea lama
2010
Tondano utara
Minahasa
5
Istana boroko

Kaidipang
Bolaang mongondow
6
Makam datuk manoppo

Kotamubagu
Bolaang mongondow
7
Makam raja mokodompis

Manganitu
Kepulauan sangihe
8
Makam pahlawan santiago

Manganitu
Kepulauan sangihe
9
Makam kulano manento

Manganitu
Kepulauan sangihe
10
Istana manganitu--raja wmp. Mocodompis

Manganitu
Kepulauan sangihe talaud
11
Makam raja-raja sangihe

Sambeka
Kepulauan sangihe
12
Makam raja makaampo bawange

Tabukan selatan
Kepulauan sangihe
13
Makam raja tatehe woba

Tahuna
Kepulauan sangihe
14
Monumen xaverius t dotulong bitung

Bitung barat
Kota bitung
15
Monumen trikora

Bitung selatan
Kota bitung
16
Batu siow kurur manembonembo

Matuari bitung
Kota bitung
17
Monumen runtukahu pusung

Bitung barat
Kota bitung
18
Makam sekar kedaton
2010
Makeret barat
Kota manado
19
Batu kauangang
2010
Malalayang
Kota manado
20
Tugu salumpaga
2010
Wenang
Kota manado
21
Waruga tara-tara
2011
Tomohon barat
Kota tomohon
22
Kompleks waruga woloan
2011
Tomohon barat
Kota tomohon
23
Waruga kolongan i
2011
Tomohon tengah
Kota tomohon
24
Waruga kolongan ii
2011
Tomohon tengah
Kota tomohon
25
Komplek waruga tololiu palar
2011
Tomohon tengah
Kota tomohon
26
Waruga kakaskasen satu
2011
Tomohon utara
Kota tomohon
27
Waruga minawanua kakaskasen
2011
Tomohon utara
Kota tomohon
28
Waruga opoworang
2011
Tomohon utara
Kota tomohon
29
Watu pasuwengan
2011
Tomohon utara
Kota tomohon
30
Watu sumanti kayawu
2011
Tomohon utara
Kota tomohon
31
Watu tumotowa tinoor
2011
Tomohon utara
Kota tomohon
32
Waruga

-
Minahasa
33
Waruga kema

Kema
Minahasa utara
34
Waruga

-
Minahasa
35
Makam henric pontoh

Likupang
Minahasa
36
Makam pahlawan tuanku imam bonjol

Pineleng
Minahasa
37
Batu pinabetengan

Tompaso
Minahasa
38
Makam kyai mojo

Tondano utara
Minahasa
39
Waruga dan watu tumotowa minawale

Kawangkoan
Minahasa
40
Kompleks waruga kiawa i

Kawangkoan
Minahasa
41
Komplek waruga kinali

Kawangkoan
Minahasa
42
Waruga dan watu tumotowa talikuran

Tompaso
Minahasa
43
Watu tumotowa talikuran

Kawangkoan
Minahasa
44
Watu tumotowa (toi-toi)

Kawangkoan
Minahasa
45
Watu pinatik kali

Pineleng
Minahasa
46
Waruga timbukar, kompleks

Tompaso/sonder
Minahasa
47
Watu im pinawetengan

Tompaso
Minahasa
48
Waruga dan watumotowa talikuran

Tompaso
Minahasa
49
Waruga tolok

Tompaso
Minahasa
50
Batu bertulis kapataran

Lembean timur
Minahasa
51
Waruga minawanua


Minahasa
52
Gedung loji


Minahasa
53
Kompleks waruga maumbi

Airmadidi
Minahasa utara
54
Taman purbakala waruga

Airmadidi
Minahasa utara
55
Kompleks waruga airmadidi bawah

Airmadidi
Minahasa utara
56
Makam Maria j.c. Walanda maramis

Airmandidi
Minahasa utara
57
Waruga sawangan, kompleks

Airmandidi
Minahasa utara
58
Waruga matungkas, kompleks

Dimembe
Minahasa utara
59
Waruga tatelu, kompleks

Dimembe
Minahasa utara
60
Kompleks warga kaima

Kauditan
Minahasa utara
61
Waruga tumaluntung, kompleks

Kauditan
Minahasa utara
62
Waruga kokole, kompleks

Likupang
Minahasa utara
63
Waruga kamanga dan sawangan

Likupang
Minahasa utara
64
Waruga likupang, kompleks

Likupang
Minahasa utara
65
Waruga kokole

Likupang
Minahasa utara
66
Penjara tua kema portugis

Kema
Minahasa utara
67
Gereja tua matungkas

Dimembe
Minahasa utara
68
Makam raja larenggam

Essang
Sangirtalaud
69
Makam raja menento nau

Manganitu
Sangirtalaud
70
Makam pahlawan hungkeng u naung

Siau barat
Sangirtalaud
71
Benteng sampini

Siau timur
Sangirtalaud
72
Gua tengkorak


Talaud
73
Waruga treman ii

Kauditan
Minahasa utara
74
Kubur tebing batu dumoga

Dumoga
Bolaang mongondow
75
Makam raja biga


Bolaang mongondow
76
Rumah tua makaampau

Tahuna barat
Sangihe
77
Gading gajah purba tabukan

Tabukan selatan
Sangihe
78
Makam raja sengkaunaung


Sangihe
79
Makam raja mokodompit

Manganitu
Sangihe
80
Gua bawoleba


Sangihe
81
Benteng santarosa

Siau timur
Sitaro
82
Gua tengkorak makalehi

Siau barat
Sitaro
83
Leang buida

Kabaruan
Talaud
84
Leang sarru

Lirung
Talaud
85
Watu tumotowa lelema


Minahasa selatan
86
Leang balangingi

Rainis
Talaud
87
Bukit tiwing

Salebabu
Talaud
88
Gua laliang

Nanusa
Talaud
89
Gua babaru

Nanusa
Talaud
90
Gua letaucango

Nanusa
Talaud
91
Benteng bentenan

Nanusa
Talaud
92
Kampung wira

Nanusa
Talaud
93
Kubur ceruk intata

Nanusa
Talaud
94
Waruga kawiley

Kauditan
Minahasa utara
95
Waruga karagesan

Kauditan
Minahasa utara
96
Gereja GMIM sentrum manado
2010
Wenang
Manado
97
Waruga tenget watu

Kauditan
Minahasa utara
98
Waruga treman i

Kauditan
Minahasa utara
99
Leang wointumbu

Beo
Talaud
100
Waruga senduk


Minahasa
101
Pilboks wenang selatan

Wenang
Manado
102
Klenteng ban hin kiong
2010
Wenang
Kota manado
103
Gereja gmim sion tomohon
2011
Tomohon tengah
Tomohon
104
Kompleks gereja katolik tomohon
2011
Tomohon
Tomohon
105
Waruga matelenteng

Kauditan
Minahasa utara
106
Waruga wenang

Wenang
Manado
107
Waruga wanea

Wanea
Manado
108
Bunker jepang wenang

Wenang
Manado
109
Waruga wangurer

Wangurer
Minahasa utara
110
Waruga warukapas

Dimembe
Minahasa utara
111
Waruga kaasar ii

Kauditan
Minahasa utara
112
Waruga tumaluntung i

Kauditan
Minahasa utara
113
Waruga tumaluntung ii

Kauditan
Minahasa utara
114
Waruga kauditan

Kema
Minahasa utara
115
Waruga kaasar i

Kauditan
Minahasa utara
116
Waruga makalete

Kema
Minahasa utara
117
Waruga warua sae

Kema
Minahasa utara
118
Waruga talawaan ii

Talawaan
Minahasa utara
119
Waruga pena'en

Talawaan
Minahasa utara
120
Waruga kolongan

Talawaan
Minahasa utara
121
Waruga mapanget

Talawaan
Minahasa utara
122
Waruga wanuare

Airmadidi
Minahasa utara
123
Waruga talawaan i

Talawaan
Minahasa utara
124
Masjid nurul iman
2011
Wuluan
Tomohon
125
Komplek megalitik guaan
2011
Modayag
Bolaang mongondow
126
Waruga tondano

Tondano timur
Minahasa
127
Waruga lembean

Kauditan
Minahasa utara
128
Waruga lolah

Tombariri
Minahasa
129
Waruga parepey

Romboken
Minahasa
130
Gereja gmim sion tondano

Tondano
Minahasa
131
Watu pinabetengan

Tompaso
Minahasa
132
Arca parepey

Romboken
Minahasa
133
Arca tompaso

Tompaso
Minahasa
134
Masjid kampung jawa

Tondano
Minahasa
135
Sentra gerabah pulutan

Romboken
Minahasa
136
Gua jepang kawangkoan

Kawangkoan
Minahasa
137
Waruga tumpaan

Tumpaan
Minahasa selatan
138
Passo

Kakas
Minahasa
139
Gua jepang likupang

Likupang timur
Minahasa utara
140
Gereja gmim matungkas laikit

Dimembe
Minahasa utara
141
Waruga matungkas

Dimembe
Minahasa utara
142
Waruga maumbi

Kalawat
Minahasa utara
143
Waruga negeri lama

Kalawat
Minahasa utara
144
Waruga kokoleh i

Likupang
Minahasa utara
145
Waruga kokoleh ii

Likupang
Minahasa utara
146
Waruga pangiaran lontak

Likupang
Minahasa utara
147
Waruga laikit

Dimembe
Minahasa utara
148
Waruga batu likupang timur

Likupang timur
Minahasa utara
149
Waruga likupang i

Likupang timur
Minahasa utara
150
Waruga winawanua

Likupang timur
Minahasa utara
151
Waruga kumaraka

Likupang timur
Minahasa utara
152
Waruga kaasar

Kauditan
Minahasa utara
153
Waruga likupang ii

Likupang timur
Minahasa utara
154
Kompleks waruga borgo-mahakeret barat
2010
Wenang
Kota manado
155
Gereja tua gmim eris



156
Monumen dotu lolong lasut
2010
Wenang
Kota manado
157
Makam islam tua tuminting
2010
Tuminting
Kota manado
158
Situs waruga toar

Kec. Langowan selatan
Kab. Minahasa
159
Situs watu tumotowa kiawa



160
Kompleks waruga mina wanua

Kec. Tondano timur
Minahasa


IV.     BENCANA DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Dahulu perkembangan wajah Provinsi Sulawesi Utara menjadi pusat aktivitas perekonomian secara periodik tumbuh secara pesat pusat-pusat perdagangan pada umumnya berada di pantai. Tempat-tempat ini menjadi tempat pertemuan antara para pedagang pribumi dengan pedagang-pedagang asing dari berbagai bangsa, baik Asia maupun Eropa.
Sekarang dinamika perkembangan Provinsi Sulawesi Utara dengan meningkatnya pembangunan sarana fisik yang berlangsung akhir-akhir ini menampakkan kecenderungan terjadinya persentuhan langsung dengan upaya pelestarian tinggalan warisan budaya tangible. Tidak banyak warisan budaya dalam bentuk bangunan yang dapat dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya telah dirubuhkan dan digantikan dengan bangunan lain, salah satunya adalah Benteng Amsterdam yang terletak di tengah Kota Manado yang kini telah berubah menjadi sebuah taman dan bangunan pertokoan. Hal ini menimbulkan sebuah bencana dalam pemahaman penulis bahwa bencana timbul dari alam dan oleh manusia itu sendiri. Perilaku bongkar yang lama dan bangun yang baru dikalangan aktor pembangunan dari pemerintah daerah berdasarkan pengamatan sekilas lebih disebabkan oleh kedudukan ataupun status warisan budaya yang bersangkutan di dalam hukum. Misalnya apakah tinggalan warisan budaya tersebut termasuk kategori Benda Cagar Budaya atau bukan, dan jika warisan budaya tersebut termasuk dalam kategori Benda Cagar Budaya apakah telah mendapatkan penetapan hukum secara legalistik. Inilah yang kemudian menjadi masalah di samping faktor-faktor lainnya yang memicu dan memacu munculnya pembongkaran, pengrusakan bangunan cagar budaya yang sering terjadi di Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Utara itu sendiri.
Selain Bencana yang diakibatkan oleh aktor (manusia) tersebut, Gunung Api, Gempa, Longsor, dan lain-lain adalah bencana bagi cagar budaya, salah satu yang sering berakibat fatal terhadap cagar budaya adalah bencana Gunung Api dan Gempa Bumi, karena kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.

















Peta Indeks Kerawanan Bencana di Indonesia

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi#Penyebab_terjadinya_gempa_bumi)

Titik Pusat Gempa di Provinsi Sulawesi Utara
 
























Peta Titik Pusat Gempa di Indonesia

Merencanakan tindak lanjut dan penanganan di lapangan akan datangnya bencana dari awal terhadap cagar budaya sangat diperlukan untuk pelestarian cagar budaya. Kurangnya koordinasi dalam hal pelestarian Cagar Budaya antara manajemen bencana dan otoritas warisan dapat menyebabkan banyak kerusakan cagar budaya kedepannya. Hal ini dapat dihindari dengan kerjasama antara manajemen bencana dan pihak pelestari budaya setelah bencana. Sebuah pendekatan multidisiplin ilmu untuk kerusakan dan penilaian termasuk keahlian ahli cagar budaya, konservasi, arkeolog, konservasi arsitek, insinyur, dan antropolog sosial. Sebagai aturan, penilaian kerusakan dan nilai penting cagar budaya harus dilakukan sebagai latihan yang komprehensif, karena penilaian yang terintegrasi memungkinkan identifikasi tepat.
Dalam bukunya Managing Disaster Risks for World Heritage, Bencana terhadap Cagar budaya dipengaruhi oleh resiko primer yaitu kerusakan langsung dari bencana alam, dan resiko sekunder yang timbul selama pemulihan dan rekonstruksi, termasuk langkah-langkah penyelamatan dan bantuan yang dilakukan dengan tidak memperhatikan nilai dari cagar budaya yang rusak, misalnya: dari pembersihan puing-puing bangunan tanpa memperhatikan nilai penting cagar budaya, alat-alat berat yang digunakan, penjarahan bangunan cagar budaya , dan bahan-bahan rekonstruksi itu sendiri. Infrastruktur perbaikan atau penggantian (misalnya, pelebaran jalan) terkadang mengabaikan situs tersebut.
Perencananaa dan penanganan bencana terhadap Cagar Budaya dapat dilakukan dengan cara:
1.      Mengkoordinasikan dengan manajemen bencana dalam hal ini dengan melibatkan stakeholder pengelolaan bencana dengan otoritas cagar budaya dari pra-bencana sampai pasca bencana bencana untuk menghindari kerugian ke situs warisan budaya.
2.      Telah terpetakan lokasi relokasi pengungsi apabila terjadi bencana dengan menempatkan di luar zona inti cagar budaya, agar tidak berdampak buruk terhadap cagar budaya.
3.      Pelaksanaan rekontruksi bangunan harus memasukkan tim ahli peletarian cagar budaya dan dalam rekonstruksi pasca bencana menghindari penghancuran bangunan-bangunan cagar budaya.
4.      Adanya insentif untuk konservasi bangunan cagar budaya (rumah), apabila pemilik rumah tidak mampu mempertahankan bangunan tersebut.
5.      Menyelaraskan, mengembangkan, menyediakan pedoman pembangunan yang kompatibel dengan bangunan local pasca bencana.
6.      Menyediakan fasilitas penyimpanan cagar budaya bergerak sehingga tidak dijarah, dijual, atau
di
hancurkan masyarakat.
7.      Menggunakan bahan otentik dan keterampilan dalam memperbaiki dan perkuatan bangunan cagar budaya.
8.      Memastikan bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai pelestarian cagar budaya melibatkan masyarakat lokal dan menyadari bahwa pentingnya budaya dan spiritual dari situs tersebut.

V.       PENUTUP
Dengan adanya perencanaan dan pemetaan kawasan bencana serta penanggulangan akan rusaknya cagar budaya dapat mempertahankan dan melestarikan cagar budaya, sehingga nilai historis suatu daerah tetap bertahan.
Dengan mengamati beberapa Negara yang telah memanfaatkan tinggalan warisan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, berpendapat bahwa ada tiga manfaat warisan budaya yaitu kepentingan akademik, kepentingan ideologik dan kepentingan ekonomik. Kepentingan Ideologik adalah sebuah kepentingan dimana tinggalan warisan budaya sedapatnya diorientasikan sebagai cerminan identitas budaya untuk membangun dan membangkitkan emosi kebangsaan Kepentingan akademik, sisi unik dari bangunan cagar budaya adalah keinginan untuk mengetahui teknik pembuatan dan fenomena lainnya di masa lalunya. Kepentingan ekonomik, dalam perkembangannya tuntutan terhadap keberadaan tinggalan warisan budaya juga mendapatkan ruang dalam struktur ekonomi di beberapa negara. Pada tahap ini tinggalan arkeologi diarahkan untuk dimanfaatkan sebagai objek wisata yang diharapkan dapat mendatangkan devisa bagi negara. Realitasnya tidak hanya menguntungkan Negara, tetapi juga mendorong bangkitnya dan berkembangnya ekonomi pada komunitas lokal sehingga membawa ke arah kesejahteraan.


Sumber Bacaan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010  Tentang Benda Cagar Budaya.

Managing Disaster Risks for World HeritagePublished in June 2010 by the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. © UNESCO / ICCROM / ICOMOS / IUCN, 2010, All rights reserved. ISBN 978-92-3-104165-5 Cover photo: Chan Chan Citadel, Peru © Carlos Sala / PromPerĂș-Graphic design: RectoVerso.

Website:
http://catalogue.nla.gov.au-jessy.wenas.
www.google.com/planning reconstruction/cultural heritage conservation
http://www.batukar.info/wiki/Geografis-Sulawesi-Utara