POTENSI
DAN BENCANA CAGAR BUDAYA
DI
PROVINSI SULAWESI UTARA
Abstract
North Sulawesi province actually has
a fairly long historical roots. In the process of history as a center of Manado
into space mengelompoknya various ethnic groups (urban space) which later
became a permanent resident of North Sulawesi Province. It is characterized by
the emergence of these clusters are then better known as Kampung China village,
Kampung Ternate, Kampung Muslim and Kampung Java Tondano Borgo, including the
Netherlands and Japan in addition to local residents known as the Minahasa
tribe with several sub-ethnic.
Heritage objects as objects of nature and / manmade objects either moving or not moving, a unit or group, or parts thereof, or their remnants which have a close relationship with the culture and history of human development. Cultural heritage objects have properties that are important to national pride and to the social, and therefore there is an obligation to preserve the heritage properties. Managers of these properties are responsible for protecting exceptional value.
Heritage objects as objects of nature and / manmade objects either moving or not moving, a unit or group, or parts thereof, or their remnants which have a close relationship with the culture and history of human development. Cultural heritage objects have properties that are important to national pride and to the social, and therefore there is an obligation to preserve the heritage properties. Managers of these properties are responsible for protecting exceptional value.
Own cultural heritage can contribute
to reducing the effects of disasters in various ways, such as traditional
knowledge systems contained in the physical planning and construction, local
management and ecological systems, not only can prevent or reduce the impact of
disasters, but also provides adequate mechanisms to deal with the situation
post--disaster. Cultural assets can serve as a safe haven for the community.
Keywords:
Potential, Disaster, Preservation, Heritage
Abstrak
Provinsi
Sulawesi Utara sesungguhnya memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Dalam
proses sejarah
Manado menjadi sentrum sebagai ruang mengelompoknya berbagai suku bangsa (urban
space) yang kemudian menjadi penduduk tetap Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini
ditandai dengan munculnya kemudian klaster-klaster yang lebih dikenal dengan
istilah kampong seperti Kampung China, Kampung Ternate, Kampung Jawa Tondano
Kampung Islam dan Borgo, termasuk Belanda dan Jepang di samping penduduk lokal yang dikenal dengan nama suku
Minahasa dengan beberapa sub etniknya.
Benda Cagar Budaya sebagai benda
alam dan/ benda buatan manusia baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar
budaya memiliki sifat yang
penting bagi kebanggaan nasional dan
untuk sosial,
oleh sebab itu ada sebuah kewajiban untuk melestarikan sifat Cagar
Budaya tersebut. Manajer sifat ini bertanggung jawab untuk melindungi nilai yang
luar biasa.
Cagar budaya sendiri dapat berkontribusi
terhadap mengurangi efek bencana
dalam
berbagai cara, misalnya sistem pengetahuan tradisional yang terkandung dalam perencanaan fisik
dan
konstruksi, sistem manajemen lokal dan ekologi, tidak hanya dapat mencegah atau
mengurangi dampak bencana, tetapi juga menyediakan mekanisme yang cukup untuk menangani
situasi pasca-bencana. Kekayaan
budaya dapat berfungsi sebagai
tempat perlindungan aman bagi masyarakat.
Kata Kunci: Potensi, Bencana, Pelestarian, Cagar Budaya
1.
LATAR BELAKANG
Provinsi
Sulawesi Utara sesungguhnya memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Dalam
proses sejarah
Manado menjadi
sentrum sebagai ruang mengelompoknya berbagai suku bangsa (urban space) yang
kemudian menjadi penduduk tetap Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini ditandai
dengan munculnya kemudian klaster-klaster yang lebih dikenal dengan istilah
kampong seperti Kampung China, Kampung Ternate, Kampung Jawa Tondano Kampung
Islam dan Borgo, termasuk Belanda dan Jepang di samping penduduk lokal yang dikenal dengan nama suku
Minahasa dengan beberapa sub etniknya (http://catalogue.nla.gov.au-jessywenas)
Saling
hubungan ataupun kontak antar komunitas dengan latar belakang budaya berbeda
membangun hubungan sosial baru yang kemudian melahirkan aspek budaya baru. Tetapi dalam realitasnya juga
masih berupaya mempertahankan aspek budaya yang dibawa serta dari tanah asal. Itulah
sebabnya multi kulturalisme di Manado cukup tinggi untuk wilayah Indonesia. Akhirnya
dinamika dari perilaku kelompok-kelompok komunitas ini meninggalkan jejak-jejak
tinggalan warisan budaya baik dalam bentuk intangible maupun yang tangible. Tinggalan
warisan budaya tangible yang tersebar di Provinsi Sulawesi Utara dapat dirunut
berdasarkan fungsinya; terdiri atas bangunan sacral dan bangunan profane.
Bangunan sakral terwujud dalam bentuk makam dari masa tradisi megalitik, makam
islam, bangunan gereja, mesjid dan tugu peringatan. Bangunan profane mewujud
dalam bentuk bangunan umum yang berupa perkantoran dan bangunan tempat tinggal
serta beberapa bangunan pertahanan (http://catalogue.nla.gov.au-jessywenas).
Daratan
Manado secara historis, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan
Minahasa. Di awali dari masa belum mengenal tulisan (baca: prasejarah),
tepatnya periode megalitikum (abad ke 4 SM) keberadaan Manado merupakan bagian
dari daratan Minahasa. Masa berkembangnya kepercayaan kepada roh leluhur yang
dianggap memiliki kekuatan gaib (dinamisme). Hal ini dikaitkan dengan asal atau
nenek moyang orang Minahasa yaitu Toar-Lumimuut.
Asal
usul penamaan Manado diceritakan beberapa sumber dari para ahli. Salah satu
sumber menyebutkan bahwa “Manado” adalah nama suatu lokasi di Minahasa yang
disebut pada waktu itu dengan istilah “manoir” yang berasal dari bahasa
“Tombulu Tua”. Istilah manoir ini disepadankan dengan kata dalam bahasa
minahasa yaitu “maharor”, “maerur” atau “maherur” yang artinya “berkumpul untuk
berunding”. Diceritakan pemberian nama ini dikaitkan dengan pertemuan antara
penduduk asli (orang Minahasa) dengan orang asing (bangsa Spanyol) untuk
membicarakan atau mendelegasikan sesuatu yang penting. Kehadiran awal bangsa
asing pertama di wilayah ditandai dengan hubungan bilateral dengan penduduk
lokal. Diperkirakan ini terjadi sekitar awal abad ke 14-16 dan merupakan cikal
bakal pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara. Selain itu,
lokasi yang kini disebut sebagai Manado dahulunya pernah disebut sebagai
“Mandolang Amian”. Kata “mandolang” dalam bahasa “Tombulu Tua” berarti
“kunjung-mengunjungi”. Pemberian nama ini disesuaikan karena sejak dulu wilayah
ini sudah dijadikan tempat untuk melakukan hubungan dagang.
Berdasarkan
informasi ini, diketahuilah penamaan salah satu wilayah Minahasa ini berkaitan
erat dengan aktivitas perdagangan sejak dahulu maka otomatis membawanya hingga
dikenal luas dan membawa pengaruh terhadapnya. Ini diperkuat dengan adanya
arsip-arsip kolonial Belanda, menyebutkan Manado sebagai tempat dikumpulkannya
hasil-hasil/komoditi alam dari wilayah Minahasa pada saat itu. Pengaruh itu memunculkan budaya-budaya asing
yang terakulturasi dan terasimilasi seperti, penggunaan bahasa Melayu secara
umum yang sekarang ini berkembang menjadi bahasa “Melayu Manado”. Hingga kini
bahasa ini telah menjadi pilihan pertama dalam berkomunikasi dikalangan
orang-orang Minahasa sendiri yang memiliki beragam bahasa dan dialek tertentu.
Kekayaan
alam Manado yang potensial ditunjang pula letaknya strategis membuat
bangsa-bangsa asing datang ke sana. Tercatat Portugis, Spanyol, Belanda, dan
Inggris adalah bangsa asing dari daratan eropa yang mencoba menanamkan
hegemoninya di wilayah ini. Dari data sejarah disebutkan bahwa, kehadiran
orang-orang asing ke Nusantara khususnya di bagian Indonesia timur untuk
mencari rempah-rempah yang merupakan sumberdaya alam yang paling mahal di
Eropa. Pencarian rempah-rempah awalnya dari Maluku (Ternate) terus masuk ke
Minahasa. Mereka masuk ke Minahasa melalui Manado. Manado dijadikan sebagai
salah satu pelabuhan perdagangan yang sangat ramai pada saat waktu itu.
Kedatangan bangsa-bangsa asing ke Manado, awalnya disambut dengan keramahan
orang-orang asli suku Minahasa. Hubungan yang tercipta dengan mereka menjadikan
keuntungan bagi pihak bangsa-bangsa asing untuk memperoleh sumber daya alam
Minahasa. Untuk memperkuat keberadaannya di Manado, mereka mendirikan gudang-gudang
penyimpanan rempah-rempah, sarana pemerintahan, sarana pertahanan dan
sebagainya. Hal itu juga dilakukan untuk mengantisipasi adanya perlawanan dari
bangsa pribumi dan sesama bangsa asing
(www.wikipedia.com/manado)
II. GEOGRAFIS
PROVINSI SULAWESI UTARA
Luas
Wilayah Sulawesi Utara adalah: 15.241.46 km², yang terbagi ke dalam 9 daerah
Kabupaten/Kota definitif. Kabupaten Bolang Mongondow dengan luas 8.358,04 km²
merupakan kabupaten terluas di Provinsi ini, kemudian di ikuti berturut-turut
oleh Kabupaten Minahasa Selatan seluas 2.079,10 km², Kabupaten Talaud 1.250,92
km², Kabupaten Sangihe 1.013,03 km², Kabupaten Minahasa 973,81 km², Kabupaten
Minahasa Utara 957,65 km², Kota Bitung 304,40 km², Kota Manado 157,91 km², dan
Kota Tomohon 146,60 km² yang merupakan daerah terkecil luasnya di Provinsi
Sulawesi Utara. Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari beberapa pulau,
diantaranya Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, Pulau Siladen,
Pulau Talise, Pulau Bangka, Pulau Karakelang, Pulau Ruang, Pulau Lembeh, Pulau
Siau, Pulau Tagulandang, Pulau Karakelang, Pulau Kabaruang, Pulau Biaro, Pulau
Sangihe, dan Pulau Salibabu.
Provinsi
Sulawesi Utara terdapat 41 buah gunung dengan ketinggian berkisar antara 1.112
- 1995 m. Kondisi geologi sebagian besar adalah wilayah vulkanik muda, sejumlah
besar erupsi serta bentuk kerucut gunung merapi aktif yang padam menghiasi
Minahasa bagian tengan, daerah Bolaang Mongondow dan kepulauan Sangihe.
Material-material yang dihasil letusannya berbentuk padat serta lain-lain bahan
vulkanik lepas. Semua vulkanik ini berbentuk pegunungan (otogenisa)
menghasilkan morfologi yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan
perbedaan relief topografik yang cukup besar. Provinsi Sulawesi Utara ada 5
wilayah yang di kelilingi oleh gunung api aktif yakni Kabupaten Bolang
Mongondow yakni gunung Ambang dengan ketinggian 1.689 m, Kabupaten Minahasa
Selatan dengan gunung Soputan dengan ketinggian 1.783 m, Kota Tomohon dengan
gunung Lokon dengan ketinggian 1.579,6 m dan gunung Mahawu dengan ketinggian
1.331,0 m yang merupakan hulu dari 12 sungai besar dengan 7 danau. Kepulauan
Sangihe yakni Karangetan dengan ketinggian 1.320,0 m, Ruang dengan ketinggian
714,0 m, dan gunung Awu dengan ketinggian 1.78,0 m. Serta Kota Bitung dengan
gunung Tangkoko dengan ketinggian 1.149 m.
Provinsi
Sulawesi Utara terdapat 30 sungai yang tersebar di Kabupaten Bolaang Mongondow
dan Kabupaten Minahasa sementara danau berjumlah 17 buah yang terletak di 3
wilayah ini yakni Kab. Bolang Mongondow, Minahasa dan Sangihe Talaud
(http://www.batukar.info/wiki/Geografis-Sulawesi-Utara)
III. POTENSI
CAGAR BUDAYA PROVINSI SULAWESI UTARA
Dari data base Cagar Budaya Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Gorontalo tercatat sebanyak 160 situs cagar
budaya di Provinsi Sulawesi Utara, dan sebanyak 12 situs di Provinsi Sulawesi
Utara. Tinggalan purbakala yang tersebar di Provinsi Sulawesi Utara berupa
Waruga, Lumpang Batu, Batu Dakon, Batu Bergores, Masjid, Gereja, Bangunan
Kolonial.
DATA BASE CAGAR
BUDAYA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Sumber data:
Kelompok Kerja Registrasi dan Penetapan BP3 Gorontalo
No
|
Inventarisasi
tahun
|
Kecamatan
|
Kabupaten/kota
|
|
1
|
Benteng amurang
|
2011
|
Amurang
|
Kab. Minahasa selatan
|
2
|
Gua jepang kayawu
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kab tomohon
|
3
|
Gua jepang kawangkoan
|
2010
|
Kawangkoan
|
Kab.minahasa
|
4
|
Gua jepang tonsea lama
|
2010
|
Tondano utara
|
Minahasa
|
5
|
Istana boroko
|
Kaidipang
|
Bolaang mongondow
|
|
6
|
Makam datuk manoppo
|
Kotamubagu
|
Bolaang mongondow
|
|
7
|
Makam raja mokodompis
|
Manganitu
|
Kepulauan sangihe
|
|
8
|
Makam pahlawan santiago
|
Manganitu
|
Kepulauan sangihe
|
|
9
|
Makam kulano manento
|
Manganitu
|
Kepulauan sangihe
|
|
10
|
Istana manganitu--raja wmp.
Mocodompis
|
Manganitu
|
Kepulauan sangihe talaud
|
|
11
|
Makam raja-raja sangihe
|
Sambeka
|
Kepulauan sangihe
|
|
12
|
Makam raja makaampo bawange
|
Tabukan selatan
|
Kepulauan sangihe
|
|
13
|
Makam raja tatehe woba
|
Tahuna
|
Kepulauan sangihe
|
|
14
|
Monumen xaverius t dotulong bitung
|
Bitung barat
|
Kota bitung
|
|
15
|
Monumen trikora
|
Bitung selatan
|
Kota bitung
|
|
16
|
Batu siow kurur manembonembo
|
Matuari bitung
|
Kota bitung
|
|
17
|
Monumen runtukahu pusung
|
Bitung barat
|
Kota bitung
|
|
18
|
Makam sekar kedaton
|
2010
|
Makeret barat
|
Kota manado
|
19
|
Batu kauangang
|
2010
|
Malalayang
|
Kota manado
|
20
|
Tugu salumpaga
|
2010
|
Wenang
|
Kota manado
|
21
|
Waruga tara-tara
|
2011
|
Tomohon barat
|
Kota tomohon
|
22
|
Kompleks waruga woloan
|
2011
|
Tomohon barat
|
Kota tomohon
|
23
|
Waruga kolongan i
|
2011
|
Tomohon tengah
|
Kota tomohon
|
24
|
Waruga kolongan ii
|
2011
|
Tomohon tengah
|
Kota tomohon
|
25
|
Komplek waruga tololiu palar
|
2011
|
Tomohon tengah
|
Kota tomohon
|
26
|
Waruga kakaskasen satu
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kota tomohon
|
27
|
Waruga minawanua kakaskasen
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kota tomohon
|
28
|
Waruga opoworang
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kota tomohon
|
29
|
Watu pasuwengan
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kota tomohon
|
30
|
Watu sumanti kayawu
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kota tomohon
|
31
|
Watu tumotowa tinoor
|
2011
|
Tomohon utara
|
Kota tomohon
|
32
|
Waruga
|
-
|
Minahasa
|
|
33
|
Waruga kema
|
Kema
|
Minahasa utara
|
|
34
|
Waruga
|
-
|
Minahasa
|
|
35
|
Makam henric pontoh
|
Likupang
|
Minahasa
|
|
36
|
Makam pahlawan tuanku imam bonjol
|
Pineleng
|
Minahasa
|
|
37
|
Batu pinabetengan
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
38
|
Makam kyai mojo
|
Tondano utara
|
Minahasa
|
|
39
|
Waruga dan watu tumotowa minawale
|
Kawangkoan
|
Minahasa
|
|
40
|
Kompleks waruga kiawa i
|
Kawangkoan
|
Minahasa
|
|
41
|
Komplek waruga kinali
|
Kawangkoan
|
Minahasa
|
|
42
|
Waruga dan watu tumotowa talikuran
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
43
|
Watu tumotowa talikuran
|
Kawangkoan
|
Minahasa
|
|
44
|
Watu tumotowa (toi-toi)
|
Kawangkoan
|
Minahasa
|
|
45
|
Watu pinatik kali
|
Pineleng
|
Minahasa
|
|
46
|
Waruga timbukar, kompleks
|
Tompaso/sonder
|
Minahasa
|
|
47
|
Watu im pinawetengan
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
48
|
Waruga dan watumotowa talikuran
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
49
|
Waruga tolok
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
50
|
Batu bertulis kapataran
|
Lembean timur
|
Minahasa
|
|
51
|
Waruga minawanua
|
Minahasa
|
||
52
|
Gedung loji
|
Minahasa
|
||
53
|
Kompleks waruga maumbi
|
Airmadidi
|
Minahasa utara
|
|
54
|
Taman purbakala waruga
|
Airmadidi
|
Minahasa utara
|
|
55
|
Kompleks waruga airmadidi bawah
|
Airmadidi
|
Minahasa utara
|
|
56
|
Makam Maria j.c. Walanda maramis
|
Airmandidi
|
Minahasa utara
|
|
57
|
Waruga sawangan, kompleks
|
Airmandidi
|
Minahasa utara
|
|
58
|
Waruga matungkas, kompleks
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
59
|
Waruga tatelu, kompleks
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
60
|
Kompleks warga kaima
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
61
|
Waruga tumaluntung, kompleks
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
62
|
Waruga kokole, kompleks
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
63
|
Waruga kamanga dan sawangan
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
64
|
Waruga likupang, kompleks
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
65
|
Waruga kokole
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
66
|
Penjara tua kema portugis
|
Kema
|
Minahasa utara
|
|
67
|
Gereja tua matungkas
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
68
|
Makam raja larenggam
|
Essang
|
Sangirtalaud
|
|
69
|
Makam raja menento nau
|
Manganitu
|
Sangirtalaud
|
|
70
|
Makam pahlawan hungkeng u naung
|
Siau barat
|
Sangirtalaud
|
|
71
|
Benteng sampini
|
Siau timur
|
Sangirtalaud
|
|
72
|
Gua tengkorak
|
Talaud
|
||
73
|
Waruga treman ii
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
74
|
Kubur tebing batu dumoga
|
Dumoga
|
Bolaang mongondow
|
|
75
|
Makam raja biga
|
Bolaang mongondow
|
||
76
|
Rumah tua makaampau
|
Tahuna barat
|
Sangihe
|
|
77
|
Gading gajah purba tabukan
|
Tabukan selatan
|
Sangihe
|
|
78
|
Makam raja sengkaunaung
|
Sangihe
|
||
79
|
Makam raja mokodompit
|
Manganitu
|
Sangihe
|
|
80
|
Gua bawoleba
|
Sangihe
|
||
81
|
Benteng santarosa
|
Siau timur
|
Sitaro
|
|
82
|
Gua tengkorak makalehi
|
Siau barat
|
Sitaro
|
|
83
|
Leang buida
|
Kabaruan
|
Talaud
|
|
84
|
Leang sarru
|
Lirung
|
Talaud
|
|
85
|
Watu tumotowa lelema
|
Minahasa selatan
|
||
86
|
Leang balangingi
|
Rainis
|
Talaud
|
|
87
|
Bukit tiwing
|
Salebabu
|
Talaud
|
|
88
|
Gua laliang
|
Nanusa
|
Talaud
|
|
89
|
Gua babaru
|
Nanusa
|
Talaud
|
|
90
|
Gua letaucango
|
Nanusa
|
Talaud
|
|
91
|
Benteng bentenan
|
Nanusa
|
Talaud
|
|
92
|
Kampung wira
|
Nanusa
|
Talaud
|
|
93
|
Kubur ceruk intata
|
Nanusa
|
Talaud
|
|
94
|
Waruga kawiley
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
95
|
Waruga karagesan
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
96
|
Gereja GMIM sentrum manado
|
2010
|
Wenang
|
Manado
|
97
|
Waruga tenget watu
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
98
|
Waruga treman i
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
99
|
Leang wointumbu
|
Beo
|
Talaud
|
|
100
|
Waruga senduk
|
Minahasa
|
||
101
|
Pilboks wenang selatan
|
Wenang
|
Manado
|
|
102
|
Klenteng ban hin kiong
|
2010
|
Wenang
|
Kota manado
|
103
|
Gereja gmim sion tomohon
|
2011
|
Tomohon tengah
|
Tomohon
|
104
|
Kompleks gereja katolik tomohon
|
2011
|
Tomohon
|
Tomohon
|
105
|
Waruga matelenteng
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
106
|
Waruga wenang
|
Wenang
|
Manado
|
|
107
|
Waruga wanea
|
Wanea
|
Manado
|
|
108
|
Bunker jepang wenang
|
Wenang
|
Manado
|
|
109
|
Waruga wangurer
|
Wangurer
|
Minahasa utara
|
|
110
|
Waruga warukapas
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
111
|
Waruga kaasar ii
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
112
|
Waruga tumaluntung i
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
113
|
Waruga tumaluntung ii
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
114
|
Waruga kauditan
|
Kema
|
Minahasa utara
|
|
115
|
Waruga kaasar i
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
116
|
Waruga makalete
|
Kema
|
Minahasa utara
|
|
117
|
Waruga warua sae
|
Kema
|
Minahasa utara
|
|
118
|
Waruga talawaan ii
|
Talawaan
|
Minahasa utara
|
|
119
|
Waruga pena'en
|
Talawaan
|
Minahasa utara
|
|
120
|
Waruga kolongan
|
Talawaan
|
Minahasa utara
|
|
121
|
Waruga mapanget
|
Talawaan
|
Minahasa utara
|
|
122
|
Waruga wanuare
|
Airmadidi
|
Minahasa utara
|
|
123
|
Waruga talawaan i
|
Talawaan
|
Minahasa utara
|
|
124
|
Masjid nurul iman
|
2011
|
Wuluan
|
Tomohon
|
125
|
Komplek megalitik guaan
|
2011
|
Modayag
|
Bolaang mongondow
|
126
|
Waruga tondano
|
Tondano timur
|
Minahasa
|
|
127
|
Waruga lembean
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
128
|
Waruga lolah
|
Tombariri
|
Minahasa
|
|
129
|
Waruga parepey
|
Romboken
|
Minahasa
|
|
130
|
Gereja gmim sion tondano
|
Tondano
|
Minahasa
|
|
131
|
Watu pinabetengan
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
132
|
Arca parepey
|
Romboken
|
Minahasa
|
|
133
|
Arca tompaso
|
Tompaso
|
Minahasa
|
|
134
|
Masjid kampung jawa
|
Tondano
|
Minahasa
|
|
135
|
Sentra gerabah pulutan
|
Romboken
|
Minahasa
|
|
136
|
Gua jepang kawangkoan
|
Kawangkoan
|
Minahasa
|
|
137
|
Waruga tumpaan
|
Tumpaan
|
Minahasa selatan
|
|
138
|
Passo
|
Kakas
|
Minahasa
|
|
139
|
Gua jepang likupang
|
Likupang timur
|
Minahasa utara
|
|
140
|
Gereja gmim matungkas laikit
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
141
|
Waruga matungkas
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
142
|
Waruga maumbi
|
Kalawat
|
Minahasa utara
|
|
143
|
Waruga negeri lama
|
Kalawat
|
Minahasa utara
|
|
144
|
Waruga kokoleh i
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
145
|
Waruga kokoleh ii
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
146
|
Waruga pangiaran lontak
|
Likupang
|
Minahasa utara
|
|
147
|
Waruga laikit
|
Dimembe
|
Minahasa utara
|
|
148
|
Waruga batu likupang timur
|
Likupang timur
|
Minahasa utara
|
|
149
|
Waruga likupang i
|
Likupang timur
|
Minahasa utara
|
|
150
|
Waruga winawanua
|
Likupang timur
|
Minahasa utara
|
|
151
|
Waruga kumaraka
|
Likupang timur
|
Minahasa utara
|
|
152
|
Waruga kaasar
|
Kauditan
|
Minahasa utara
|
|
153
|
Waruga likupang ii
|
Likupang timur
|
Minahasa utara
|
|
154
|
Kompleks waruga borgo-mahakeret
barat
|
2010
|
Wenang
|
Kota manado
|
155
|
Gereja tua gmim eris
|
|||
156
|
Monumen dotu lolong lasut
|
2010
|
Wenang
|
Kota manado
|
157
|
Makam islam tua tuminting
|
2010
|
Tuminting
|
Kota manado
|
158
|
Situs waruga toar
|
Kec. Langowan selatan
|
Kab. Minahasa
|
|
159
|
Situs watu tumotowa kiawa
|
|||
160
|
Kompleks waruga mina wanua
|
Kec. Tondano timur
|
Minahasa
|
IV. BENCANA
DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Dahulu
perkembangan wajah Provinsi
Sulawesi Utara menjadi pusat aktivitas perekonomian secara periodik
tumbuh secara pesat pusat-pusat perdagangan pada umumnya berada di pantai.
Tempat-tempat ini menjadi tempat pertemuan antara para pedagang pribumi dengan
pedagang-pedagang asing dari berbagai bangsa, baik Asia maupun Eropa.
Sekarang
dinamika perkembangan Provinsi Sulawesi Utara dengan meningkatnya pembangunan
sarana fisik yang berlangsung akhir-akhir ini menampakkan kecenderungan
terjadinya persentuhan langsung dengan upaya pelestarian tinggalan warisan
budaya tangible. Tidak banyak warisan budaya dalam bentuk bangunan yang dapat
dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya telah dirubuhkan dan digantikan dengan
bangunan lain, salah satunya adalah Benteng Amsterdam yang terletak di tengah Kota
Manado yang kini telah berubah menjadi sebuah taman dan bangunan pertokoan. Hal
ini menimbulkan sebuah bencana dalam pemahaman penulis bahwa bencana timbul
dari alam dan oleh manusia itu sendiri. Perilaku bongkar yang lama dan bangun
yang baru dikalangan aktor pembangunan dari pemerintah daerah berdasarkan
pengamatan sekilas lebih disebabkan oleh kedudukan ataupun status warisan
budaya yang bersangkutan di dalam hukum. Misalnya apakah tinggalan warisan
budaya tersebut termasuk kategori Benda Cagar Budaya atau bukan, dan jika
warisan budaya tersebut termasuk dalam kategori Benda Cagar Budaya apakah telah
mendapatkan penetapan hukum secara legalistik. Inilah yang kemudian menjadi
masalah di samping faktor-faktor lainnya yang memicu dan memacu munculnya
pembongkaran, pengrusakan bangunan cagar budaya yang sering terjadi di
Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Utara itu sendiri.
Selain
Bencana yang diakibatkan oleh aktor (manusia) tersebut, Gunung Api, Gempa,
Longsor, dan lain-lain adalah bencana bagi cagar budaya, salah satu yang sering
berakibat fatal terhadap cagar budaya adalah bencana Gunung Api dan Gempa Bumi,
karena kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan
oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan
itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut
tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi
akan terjadi.
Peta Indeks Kerawanan Bencana di Indonesia
Gempa
bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi
yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan
translasional. Gempa bumi fokus dalam
kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer
yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600
km. Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di
dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan
terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga
terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika.
Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi
cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga
panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal.
Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat
membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan
oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi#Penyebab_terjadinya_gempa_bumi)
Titik
Pusat Gempa di Provinsi Sulawesi Utara
|
Peta Titik Pusat Gempa di Indonesia
Merencanakan
tindak lanjut dan penanganan di lapangan akan datangnya bencana dari awal
terhadap cagar budaya sangat diperlukan untuk pelestarian cagar budaya. Kurangnya
koordinasi dalam hal pelestarian Cagar Budaya antara manajemen
bencana dan otoritas
warisan dapat
menyebabkan banyak kerusakan cagar
budaya kedepannya. Hal ini dapat dihindari dengan kerjasama antara manajemen bencana dan pihak pelestari budaya
setelah bencana.
Sebuah pendekatan
multidisiplin
ilmu
untuk kerusakan dan penilaian
termasuk keahlian ahli cagar
budaya, konservasi,
arkeolog, konservasi arsitek, insinyur, dan antropolog sosial. Sebagai
aturan, penilaian kerusakan dan
nilai penting cagar budaya harus dilakukan sebagai latihan yang komprehensif,
karena penilaian yang terintegrasi memungkinkan identifikasi
tepat.
Dalam bukunya Managing
Disaster Risks for World Heritage, Bencana terhadap Cagar budaya dipengaruhi
oleh resiko primer yaitu kerusakan langsung dari bencana alam, dan resiko sekunder yang timbul
selama pemulihan dan rekonstruksi, termasuk
langkah-langkah penyelamatan dan bantuan yang dilakukan dengan tidak memperhatikan nilai dari cagar
budaya yang rusak, misalnya: dari pembersihan puing-puing bangunan tanpa
memperhatikan nilai penting cagar budaya, alat-alat
berat yang digunakan,
penjarahan bangunan cagar budaya ,
dan bahan-bahan rekonstruksi itu sendiri. Infrastruktur perbaikan atau penggantian (misalnya, pelebaran jalan) terkadang
mengabaikan
situs tersebut.
Perencananaa
dan penanganan bencana terhadap Cagar Budaya dapat dilakukan dengan cara:
1.
Mengkoordinasikan dengan manajemen
bencana dalam hal ini dengan melibatkan stakeholder pengelolaan bencana dengan
otoritas cagar
budaya dari
pra-bencana sampai pasca bencana bencana untuk menghindari kerugian ke situs warisan budaya.
2.
Telah terpetakan lokasi relokasi pengungsi apabila
terjadi bencana dengan menempatkan di luar zona inti cagar budaya, agar tidak
berdampak buruk terhadap cagar budaya.
3.
Pelaksanaan rekontruksi bangunan harus memasukkan tim ahli peletarian cagar
budaya dan dalam rekonstruksi pasca bencana menghindari penghancuran
bangunan-bangunan cagar budaya.
4.
Adanya
insentif untuk
konservasi bangunan
cagar budaya (rumah), apabila
pemilik rumah tidak mampu mempertahankan bangunan tersebut.
5.
Menyelaraskan,
mengembangkan, menyediakan pedoman pembangunan
yang kompatibel dengan bangunan local pasca bencana.
6.
Menyediakan fasilitas penyimpanan cagar
budaya bergerak sehingga tidak dijarah, dijual, atau
dihancurkan masyarakat.
dihancurkan masyarakat.
7.
Menggunakan bahan otentik dan keterampilan dalam memperbaiki dan perkuatan bangunan cagar
budaya.
8.
Memastikan bahwa dalam pengambilan keputusan
mengenai pelestarian cagar budaya melibatkan masyarakat lokal dan menyadari bahwa pentingnya
budaya dan spiritual dari
situs tersebut.
V. PENUTUP
Dengan
adanya perencanaan dan pemetaan kawasan bencana serta penanggulangan akan
rusaknya cagar budaya dapat mempertahankan dan melestarikan cagar budaya,
sehingga nilai historis suatu daerah tetap bertahan.
Dengan
mengamati beberapa Negara yang telah memanfaatkan tinggalan warisan budaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, berpendapat bahwa ada tiga manfaat
warisan budaya yaitu kepentingan akademik, kepentingan ideologik dan
kepentingan ekonomik. Kepentingan
Ideologik adalah sebuah kepentingan dimana tinggalan warisan budaya
sedapatnya diorientasikan sebagai cerminan identitas budaya untuk membangun dan
membangkitkan emosi kebangsaan Kepentingan
akademik, sisi unik dari bangunan cagar budaya adalah keinginan untuk
mengetahui teknik pembuatan dan fenomena lainnya di masa lalunya. Kepentingan ekonomik, dalam
perkembangannya tuntutan terhadap keberadaan tinggalan warisan budaya juga
mendapatkan ruang dalam struktur ekonomi di beberapa negara. Pada tahap ini
tinggalan arkeologi diarahkan untuk dimanfaatkan sebagai objek wisata yang
diharapkan dapat mendatangkan devisa bagi negara. Realitasnya tidak hanya
menguntungkan Negara, tetapi juga mendorong bangkitnya dan berkembangnya
ekonomi pada komunitas lokal sehingga membawa ke arah kesejahteraan.
Sumber Bacaan
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Benda Cagar Budaya.
Managing Disaster Risks for World
HeritagePublished in June 2010 by the United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization. © UNESCO / ICCROM / ICOMOS / IUCN, 2010, All
rights reserved. ISBN 978-92-3-104165-5 Cover
photo: Chan Chan Citadel, Peru © Carlos Sala / PromPerĂș-Graphic design: RectoVerso.
Website:
http://catalogue.nla.gov.au-jessy.wenas.
www.google.com/planning
reconstruction/cultural heritage conservation
http://www.batukar.info/wiki/Geografis-Sulawesi-Utara