Seni Terakota (Tanah Liat) Masa Majapahit
November 4, 2011
Jejak sejarah
kerajaan Majapahit tersebar pada tinggalan-tinggalannya yang ditemukan
di Mojokerto, Jawa Timur. Ada banyak artefak yang dapat menjelaskan
banyak hal termasuk mengenai kehidupan ekonomi masyarakat. Terakota,
misalnya, atau kerajinan tanah liat era Majapahit. Seni Terakota adalah
satu karakter budaya pada masa Majapahit yang cukup terkenal dan banyak
diketemukan. Hasil seni ini diketahui dari tinggala-tinggalan yang
diketemukan baik yang berbentuk arca, bak air, jambangan, vas bunga,
hiasan atap rumah, genteng, dinding sumur (jobong), kendi, atau celengan.
Trowulan dan sekitarnya yang diasumsikan sebagai situs ibu Kota
Kerajaan Majapahit ditemukan jenis-jenis barang yang terbuat dan lempung
bakar atau terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat
disimpulkan bahwa ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan
penduduk kota. Terakota Majapahit dan Situs Trowulan amat kaya ragamnya,
di antaranya seperti unsur bangunan (bata, genteng, jobong sumur, pipa
saluran), wadah (periuk, pasu, kendi, tempayan, boneka, vas bunga),
ritus religi (sesaji, meterai), dan alat kebutuhan praktis lainnya
seperti timbangan, dan lampu (clupak). Sebagian besar terakota ini
diduga merupakan buatan setempat karena ditemukan alat produksinya yang
berupa pelandas. Selain terakota, di Situs Trowulan banyak ditemukan
juga berbagai benda yang terbuat dari bahan logam dan batu seperti
genta, guci amerta dan arca, yang telah memiliki nilai seni yang cukup
tinggi.Pada era Majapahit pengetahuan tentang pembuatan barang-barang dari tanah liat bakar diduga dapat diuraikan dengan prinsip yang sangat sederhana, yaitu membuat bentuk atau model dari tanah liat, mengeringkan di bawah sinar matahari, dan membakarnya dalam api. Walaupun prinsipnya sederhana, berdasarkan pengamatan dapat diketahui, bahwa hasil kesenian terakota dalam berbagai bentuk tersebut tidak mempunyai cacat bawaan yang diakibatkan kurangnya pengetahuan dalam proses pembuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa si pembuat benda seni tersebut
Di Trowulan juga banyak ditemukan miniatur bangunan terakota, terdiri dari aneka bentuk miniatur ini ada yang menggambarkan bangunan suci (candi) dan ada yang menggambarkan berbagai bentuk bangunan rumah. Dilihat dari bentuk atapnya bangunan rurmah ada yang beratap tajuk, kampung, limasan, dan gonjong. Penutup atap ada yang terbuat dari genteng, sirap, bambu, dan ijuk atau rumbia. Bangunan yang ada dapat dibedakan menjadi bangunan terbuka tanpa dinding serta bangunan yang tertutup.
Salah satu temuan (artefak) terakota dari Situs Trowulan adalah arca binatang yang bagiannya berongga sehingga arca itu nampak sangat gemuk dan digambarkan dengan posisi duduk; pada bagian punggungnya diberi lubang sempit memanjang, Bentuk arca seperti ini mengingatkan kepada ‘celengan’ sebagai tempat/wadah menabung uang. Selain arca binatang, ‘celengan’ terakota lainnya ada yang berbentuk bulatan biasa seperti ‘bola’ dengan diberi pegangan pada bagian atas dan sedikit hiasan (Muller,1978: 27).
Dalam perkembangannya istilah celengan (babi-babian)
yang berasal dari kata celeng, atau babi hutan
tidak hanya digunakan untuk menyebut kotak uang
dalam bentuk babi, tetapi juga untuk kotak uang dalam bentuk yang lain.
Sejauh ini kotak uang yang ada sebagian besar berbentuk babi yang
terbesar berukuran lebih kurang 45 cm dan tingginya 31 cm. Selain itu
terdapat sebuah contoh kotak uang berbentuk induk babi yang dikelilingi
oleh 4 ekor anaknya. Sampai sekarang di Jawa Timur istilah yang dipakai
untuk menyebut kotak uang yang berbentuk babi adalah celengan. Wujud
celengan hewan bukanlah tanpa makna. Ini bentuk ekspresif manusia yang
menganggap sejumlah binatang menandai simbol tertentu. Wujud babi
diyakini sebagai bentuk kemakmuran. (_soedi)yang berasal dari kata celeng, atau babi hutan
tidak hanya digunakan untuk menyebut kotak uang
dalam bentuk babi, tetapi juga untuk kotak uang dalam bentuk yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar