Senin, 03 September 2012

Masjid Kuno Buatan 1804 di Una-una yang Masih Kokoh Berdiri


HL | 04 October 2011 | 20:01 Dibaca: 171   Komentar: 6   1 dari 1 Kompasianer menilai menarik
Mesjid Una-una yang masih kokoh berdiri pasca letusan gunung Colo.
Mesjid Una-una yang masih kokoh berdiri pasca letusan gunung Colo.
Jika menyebut kepulauan Togean yang letaknya di Kabupaten Tojo Una-Una Sulawesi Tengah, ingatan orang pasti menerawang membayangkan indahnya gugusan pulau-pulau dan hamparan batu karang yang menjadi objek wisata. Namun, banyak pula yang langsung mengingat sebuah pulau yang menyimpan sejarah nasional bahkan dunia, yakni Pulau Una-Una yang pernah luluh lantak akibat letusan gunung berapi Gunung Colo tahun 1983. Berikut Catatan perjalanan ke Pulau Una-Una.
Berwisata ke Kepulauan Togean, serasa tidak lengkap kalau tidak menginjakkan kaki ke Pulau Una-Una. Pulau ini dulunya dikenal dengan nama  Pulau Ringgit. Seorang tokoh masyarakat Pulau Una-Una mengatakan, pulau itu diberi julukan Pulau Ringgit, karena di wilayah itu dulunya  hanya Pulau Una-Una yang paling kaya.
Pulau ini berisi jutaan pohon kelapa yang hasilnya langsung diekspor  ke Malaysia. Bahkan, pada tahun 1960-an, transaksi di pulau ini pun menggunakan Ringgit Malaysia dan bukan Rupiah. Bahkan, yang memberi nama pulau ini adalah orang Malaysia. Menurut warga setempat, Una dalam bahasa Malasia artinya kelapa. Karena  kelapa di pulau itu sangat banyak  maka diberi nama Una-Una (kelapa-kelapa).
Tahun 1918, pulau Una-Una ini adalah pusat Kerajaan Una-Una. Rajanya bernama Abdurrahman Laudjeng Dg Materru (warga menyebutnya dengan Raja Tua). Bukti adanya kerajaan Una-Una, masih terlihat jelas dari Makam raja-raja tepat di belakang Masjid Jami yang dibangun tahun 1804.
Masjid inilah yang menjadi salah satu lambang kebanggaan masyarakat Pulau Una-Una. Selain bentuknya yang sangat berbau eropa, masjid itu juga menyimpan sejuta kisah ghaib yang hanya diketahui oleh masyarakat setempat.
Konstruksi masjid kuno yang diberi nama Masjid Jami itu, terbuat dari kayu Ulin dari Kalimantan (warga setempat lebih suka menebut Kalimantan dengan Borneo).  Arsitekturnya perpaduan antara Eropa, China dan Arab. Lantai keramiknya berasal dari Perancis, sedangkan kubahnya berbentuk kopiah  Teuku Umar yang kini menjadi Kubah Masjid Teuku Umar di Banda Aceh. Masjid Jami Una-Una itu pun  masih terpelihara dengan baik.
Lantai keramik yang dimiliki masjid tua itupun, sangat unik dan konon menurut masyarakat setempat, tidak dimiliki oleh siapapun di wilayah Tojo-Unauna. Motif yang digambarkan dalam setiap lantai buatan eropa itu, adalah kaligrafi Turki yakni bintang segi delapan (mirip kaligrafi dicover album grup band Dewa) yang memaknai tulisan Allah.
Sejak dibangun tahun 1804, masjid itu nyaris tidak tersentuh pemugaran. Hal itu tampak dari kondisi masjid yang masih asli. Atap seng buatan eropa yang tebalnya hampir 1 cm itu, juga sejak dibangun hingga kini, masih digunakan di bagian kubah masjid. ‘’Dia tidak mudah rusak karena kualitas sengnya yang tebal dan tahan terhadap cuaca. Memang sengaja tidak dipugar, karena kondisinya yang masih bagus dan juga menjadi ciri khas masjid ini,’’ kata Diki Lasahido, salah satu warga menjadi tuan tanah di pulau itu pada suatu kesempatan saat bersama-sama berkunjung ke Pulau Ringgit itu beberapa tahun silam.
Salah satu kisah ghaib yang hingga kini masih dipercayai oleh warga Pulau Una-Una terhadap mesjid tua itu, bahwa sejumlah roh ulama masih berada di masjid itu. ‘’Salah satu contoh, pernah warga di sini salat Maghrib sendirian. Pada saat dia membaca Al-Fatihah, tiba-tiba terdengar suara puluhan orang mengucap kata ‘’Amin!’’ secara serentak. Padahal di masjid itu hanya dia seorang diri yang salat,’’ kata Diki.
Salah satu keghaiban yang dimiliki masjid kuno itu adalah, ketangguhannya saat diterpa larva letusan Gunung Colo. Ratusan rumah milik  warga yang berada di sekitar masjid itu, rata dengan tanah dihantam panasnya larva yang mengalir dari letusan gunung berapi. Tapi, atas kekuasaan Sang Khaliq, masjid itu nyaris tidak tersentuh oleh panasnya larva dan masih berdiri dengan kokoh hingga kini.
Julukan Pulau Ringgit dan rakyatnya yang sangat sejahtera untuk pulau Una-Una, sayang hanya tinggal sejarah dan cerita turun-temurun dari warga setempat. Sebab, penduduknya telah lari meninggalkan pulau itu.
Ceritanya, pada tahun 1983, Gunung Colo di pulau itu meletus dan menumpahkan lahar panas, batu serta  debu. Rumah dan harta benda mereka habis akibat letusan gunung berapi itu. Warga akhirnya eksodus dan enggan kembali lagi. Mereka  menjadi transmigran di luar pulau itu dan tidak lagi mengurus harta benda mereka.
Tercatat, yang kembali lagi ke pulau itu tak lebih dari 100 orang. Namun, kehidupan mereka tidak lagi seperti dulu. Di tengah jutaan pohon kelapa dan potensi laut yang kaya, tapi rakyatnya tetap saja tidak kaya seperti dulu. Mereka menjadi terbelakang.( sumber: kompasiana/ abdee mari)

Sabtu, 04 Februari 2012

Kota Tertua Di Dunia Yang Terletak Di Bawah Laut Yunani

Pavlopetri, Kota Tertua Di Dunia Yang Terletak Di Bawah Laut Yunani


Pavlopetri, kota kuno yang di terletak di bawah laut Yunani dan diperkirakan eksis pada jaman perunggu yakni 5000-6000 tahun lalu atau 12000 tahun lebih awal dari yang diperkirakan semula di temukan oleh para geo-arkeologi laut.
Yang menarik, jejak keberadaan kota yang tenggelam 4-5 meter di bawah laut ini masih terlihat jelas, termasuk runtuhan bangunan serta benda-benda peninggalannya seperti tembikar, keramik, dll.
Para ahli memperkirakan, inilah kota bawah laut tertua di dunia yang berhasil ditemukan.
“Diperkirakan kota yang tenggelam ini adalah kota pelabuhan. Hal ini ditandai dari bangkai kapal yang berada di dekatnya.
Penemuan keramik zaman neolitikum, merupakan suatu yang luar biasa. Kota ini dulunya adalah tempat perdagangan barang dan jasa yang maju,” ujar.Geo-arkeologi laut Dr Nic Flemming dari National Oceanography Centre, Southampton.
Pavlopetri terletak di kedalaman 3 – 4 meter di bawah air tidak jauh dari pantai berpasir selatan Laconia.
Kotanya masih sangat lengkap. Bangunan rumah, jalan, halaman, gedung peribadahan, kuburan, semuanya sudah dipetakan menggunakan perlengkapan 3-D digital yang paling mutakhir.
Pavlopetri dulunya diperkirakan berasal dari periode Mycenaean (sekitar 1680-1180 SM), dari masa sejarah Yunani Kuno yang kaya akan kesusasteraan dan mitos.
Dari benda-benda tembikar Neolitis yang baru saja ditemukan menunjukkan tempat ini mungkin telah ditempati sejak sedikitnya 2800 SM.
Dengan mempelajari tempat bahari penting ini, peneliti berharap untuk dapat lebih mengerti tentang peninggalan dari masyarakat Yunani Zaman Perunggu.
Proyek pengungkapan kota ini dilaksanakan oleh suatu tim multidisipliner, termasuk Dr Flemming, yang dipimpin oleh Mr Elias Spondylis, Ephorate dari Underwater Antiquities dari Kementerian Kebudayaan Hellenic di Yunani dan Dr Jon Henderson, seorang arkeolog bawah air dari Departemen Arkeologi di Universitas Nottingham.
Kota kuno bawah air ini pertama kali ditemukan pada tahun 1967 oleh Flemming, kemudian di National Institute of Oceanography. Ia dulu memperkirakan kota itu berasal pada jaman perunggu 2000 BC. Flemming kemudian bergabung dengan tim dari Cambridge University pada1968, untuk melakukan penelitian.
Hasilnya diterbitkan oleh The British School di Athena pada tahun 1969, namun setelah itu tidak ada tindak lanjutnya. Penelitian itu stag’ selama 40 tahun, Sejak itu tidak ada lagi peneliti yang masuk ke sana untuk mengungkap misteri kota kuno itu. Tahun 70-an Flemming bergabung dengan arkeolog dari University of Nottingham dan Ephorate dari Underwater Antiquities dari Kementerian Kebudayaan Hellenic, kembali memulai penelitian pada situs kuno itu.
“Apa yang kami temukan di sini adalah sesuatu yang dua atau bahkan tiga ribu tahun lebih tua daripada sebagian besar kota terendam yang telah dipelajari,” kata Flemming: “Dan uniknya, kami memiliki rencana kota yang lengkap, utama jalan-jalan dan semua bangunan domestik. Kita dapat mempelajari bagaimana itu digunakan sebagai pelabuhan, di mana kapal-kapal datang dan bagaimana perdagangan dikelola. ” jelasnya.
Dr. Jon Henderson, seorang arkeolog dari Universitas Nottingham, bergabung memimpin penelitian dengan Elias Spondylis dari Benda Purbakala Bawah Air Ephorate bagian dari Kementrian Kebudayaan Hellenic di Yunani. Dr. Henderson adalah arkeolog pertama dalam 40 tahun yang mendapat surat izin resmi dari pemerintah Yunani untuk bekerja di sana.
“Hal ini sangat menggairahkan. Saya pernah membaca tentang situs ini ketika saya masih muda dan sulit dipercaya bahwa saya bukan hanya menyelam di sana tetapi juga berkesempatan untuk mengerjakannya. Kemudian kami menemukan sekitar 9.000 meter persegi gedung baru yang baru-baru ini tampak karena pergerakan di pasir, sungguh luar biasa,” kata Dr. Henderson.
Sumber: - forum.vivanews.com
             - http://www.gonjangganjing.com